Jumat, 27 Agustus 2010

STRIKTUR URETRA

STRIKTUR URETRA


A. PENGERTIAN
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan perut dan kontraksi. (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)
Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjangnya uretra. (C. Long , Barbara;1996 hal 338)

B. PENYEBAB
Striktur uretra dapat terjadi secara:
a. Kongenital
Striktur uretra dapat terjadi secara terpisah ataupun bersamaan dengan anomali saluran kemih yang lain.
b. Didapat.
• Cedera uretral (akibat insersi peralatan bedah selama operasi transuretral, kateter indwelling, atau prosedur sitoskopi)
• Cedera akibat peregangan
• Cedera akibat kecelakaan
• Uretritis gonorheal yang tidak ditangani
• Infeksi
• Spasmus otot
• Tekanan dai luar misalnya pertumbuhan tumor
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468 dan C. Long , Barbara;1996 hal 338)

C. MANIFESTASI KLINIS
• Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang
• Gejala infeksi
• Retensi urinarius
• Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)
Derajat penyempitan uretra:
a. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen.
b. Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra.
c. Berat: oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.
Ada derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 )

D. PENCEGAHAN
Elemen penting dalam pencegahan adalah menangani infeksi uretral dengan tepat. Pemakaian kateter uretral untuk drainase dalam waktu lama harus dihindari dan perawatan menyeluruh harus dilakukan pada setiap jenis alat uretral termasuk kateter.
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)

E. PENATALAKSANAAN
a. Filiform bougies untuk membuka jalan jika striktur menghambat pemasangan kateter
b. Medika mentosa
Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri.
Medikasi antimikrobial untuk mencegah infeksi.
c. Pembedahan
• Sistostomi suprapubis
• Businasi ( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.
• Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatrik uretra dengan pisau otis/sachse. Otis dimasukkan secara blind ke dalam buli–buli jika striktur belum total. Jika lebih berat dengan pisau sachse secara visual.
• Uretritimi eksterna: tondakan operasi terbuka berupa pemotonganjaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih baik.
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.
b. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli.
c. BUN/kreatin : meningkat
d. Uretrografi: adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto) uretrografi.
e. Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi
f. Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)

G. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD ( efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi
Gejala: penurunan aliran urin, ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekurnsi berkemih
Tanda: adanya masa/sumbatan pada uretra
3. Makanan dan cairan
Gejala; anoreksia;mual muntah, penurunan berat badan
4. Nyeri/kenyamanan
Nyeri suprapubik
5. Keamanan : demam
6. Penyuluhan/pembelajaran

(Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)



DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1. Nyeri b.d insisi bedah sitostomi suprapubik
Tujuan : nyeri berkurang/ hilang
Kriteria hasil:
a. Melaporkan penurunan nyeri
b. Ekspresi wajah dan posisi tubuh terlihat relaks
Intervensi:
• Kaji sifat, intensitas, lokasi, lama dan faktor pencetus dan penghilang nyeri
• Kaji tanda nonverbal nyeri ( gelisah, kening berkerut, mengatupkan rahang, peningkatan TD)
• Berikan pilihan tindakan rasa nyaman
Bantu pasien mendapatkan posisi yang nyaman
Ajarkan tehnik relaksasi dan bantu bimbingan imajinasi
• Dokumentasikan dan observasi efek dari obat yang diinginkan dan efek sampingnya
• Secara intermiten irigasi kateter uretra/suprapubis sesuaiadvis, gunakan salin normal steril dan spuit steril
Masukkan cairan perlahan-lahan, jangan terlalu kuat.
Lanjutkan irigasi sampai urin jernih tidak ada bekuan.
• Jika tindakan gagal untuk mengurangi nyeri, konsultasikan dengan dokter untuk penggantian dosis atau interval obat.

2. Perubahan pola eliminasi perkemihan b.d sitostomi suprapubik
Kriteria hasil:
a. kateter tetap paten pada tempatnya
b. Bekuan irigasi keluar dari dinding kandung kemih dan tidak menyumbat aliran darah melalui kateter
c. Irigasi dikembalikan melalui aliran keluar tanpa retensi
d. Haluaran urin melebihi 30 ml/jam
e. Berkemih tanpa aliran berlebihan atau bila retensi dihilangkan
Intervensi:
• Kaji uretra dan atau kateter suprapubis terhadap kepatenan
• Kaji warna, karakter dan aliran urin serta adanya bekuan melalui kateter tiap 2 jam
• Catat jumlah irigan dan haluaran urin, kurangi irigan dengan haluaran , laporkan retensi dan haluaran urin <30 ml/jam
• Beritahu dokter jika terjadi sumbatan komplet pada kateter untuk menghilangkan bekuan
• Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai instruksi
• Gunakan salin normal steril untuk irigasi
• Pertahankan tehnik steril
• Masukkan larutan irigasi melalui lubang yang terkecil dari kateter
• Atur aliran larutan pada 40-60 tetes/menit atau untuk mempertahankan urin jernih
• Kaji dengan sering lubang aliran terhadap kepatenan
• Berikan 2000-2500 ml cairan oral/hari kecuali dikontraindikasikan

3. Resiko terhadap infeksi b.d adanya kateter suprapubik, insisi bedah sitostomi suprapubik
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Hasil yang diharapkan:
a. Suhu tubuh pasien dalam batas normal
b. Insisi bedah kering, tidak terjadi infeksi
c. Berkemih dengan urin jernih tanpa kesulitan
Intervensi:
• Periksa suhu setiap 4 jam dan laporkan jikadiatas 38,5 derajat C
• Perhatikan karakter urin, laporkan bila keruh dan bau busuk
• Kaji luka insisi adanya nyeri, kemerahan, bengkak, adanya kebocoran urin, tiap 4 jam sekali
• Ganti balutan dengan menggunakan tehnik steril
• Pertahankan sistem drainase gravitas tertutup
• Pantau dan laporkan tanda dan gejala infeksi saluran perkemihan
• Pantau dan laporkan jika terjadi kemerahan, bengkak, nyeri atau adanya kebocoran di sekitar kateter suprapubis.
(M. Tucker, Martin;1998)




























PATHWAYS

Kongenital Didapat
Infeksi
Anomali saluran kemih yang lain Spasmus otot
Tekanan dari luar:tumor Cedera uretral
Cedera peregangan
Uretritis Gonorhea






Jaringan parut penyempitan lumen uretra


Kekuatan pancaran & jumlah urin berkurang
Total tersumbat



Obstruksi saluran kemih yg bermuara ke Vesika Urinaria

Peningkatan tekanan vesika urinaria refluk urin

hidroureter
Penebalan dinding VU
hidronefrosis

penurunan kontraksi otot VU pyelonefritis


kesulitan berkemih GGK


retensi urin


sistostomi luka insisi










(Long C, Barbara; R. Sjamsuhidayat, Brunner dan suddart)



DAFTAR PUSTAKA :


1. Wim de, Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Alih bahasa R. Sjamsuhidayat Penerbit Kedokteran, EGC, Jakarta, 1997
2. Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Bandung, Yayasan IAPK pajajaran, 1996
3. M. Tucker, Martin, Standart Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi, Edisi V, Volume 3, Jakarta, EGC,1998
4. Susanne, C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII, Volume 2, Jakarta, EGC, 2002
5. Basuki B. purnomo, Dasar-Dasar Urologi, Malang, Fakultas kedokteran Brawijaya, 2000
6. Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta. EGC. 2000

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. M DENGAN ASMA BRONCHIALE DI IRDA RSDK SEMARANG

I. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan tanggal 2 Agustus 2004 jam 10.45 WIB
a. Identitas Pasien
Nama : Nn. M
Umur : 16 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum Kawin
Alamat : Kalisari, Semarang
No Register : 381478
Diagnosa Medis: Asma Bronchiale
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 45 tahun
Hubungan dengan pasien: Ibu
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kalisari, Semarang

II. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Batuk tidak produktif, sekret kental lengket sulit keluar, wheezing, suara dasar bronkial expirasi diperpanjang, ronkhi basah area paru.
b. Breathing
Sesak napas, RR 30 x/menit, tarikan nafas dangkal dan cepat irama teratur, inspirasi memendek, ekspirasi memanjang, tarikan otot intercosta, nafas cuping hidung

c. Circulation
Tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 112 x/menit, suhu 36,80 C, akral dingin, gelisah, sianosis, diaforesis

III. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Keluhan utama
Klien mengeluh sesak nafas terus menerus dan rasanya ampeg.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh sesak nafas sejak tadi malan. Batuk disertai sekret kental yang sulit keluar. Selama tiga minggu terakhir ini klien sudah tiga kali mengalami serangan asma. Bila ada serangan klien terbiasa minum amoxilin 500 mg dan salbutamol. Karena sesak yang dirasakan tidak berkurang kemudian klien dibawa ke RSDK.
3. Riwayat penyakit dahulu
Klien mempunyai riwayat sesak nafas sejak kecil. Akhir-akhir ini serangan sesak nafas sering kambuh dan keluarga baru mengetahui kalau klien menderita asma. Sesak kambuh terutama bila klien mengalami stres, banyak pikiran dan masalah terutama masalah tugas di sekolah dan keluarga.
4. Riwayat penyakit keluarga
Ibu klien mempunyai riwayat sesak nafas sejak kecil tapi sekarang sudah tidak pernah kambuh.
5. Pola kebiasaan
Klien sehari-hari membantu ibunya jualan makanan di rumah setelah pulang dari sekolah.
6. Pemeriksaan fisik
Kepala : bentuk mesochepal, rambut hitam lurus tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : terdapat sekret/ingus berwarna bening
Telinga : ada serumen sedikit, pendengaran berfungsi normal
Mulut : mukosa bibir agak kering, gigi bersih, bibir sianosis
Leher : tak ada pembesaran kelenjar limpha dan tiroid
Paru - paru
I : bentuk simetris, gerakan dada simetris, tarikan otot intercosta
Pa :Fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapang paru
Au : Ronchi basah dan Whezing seluruh lapang paru, suara dasar bronkial expirasi diperpanjang
Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak
Pa : Ictus cordis teraba di SIC V, 2 cm mid LMCS
Pe : Pekak
Au : Bj S1-S2 murni
Abdomen
I : datar
Au : bising usus (+), 32x/menit
Pa : hepar dan lien tak teraba
Pe : timpani
Genetalia: keadaan bersih
Ekstrimitas:
Atas: akral dingin, sianosis, edema (-)
Bawah: akral dingin, edema (-), varises (-)
7. Data Penunjang
Hb :10, 65 gr%
Ht : 43 %
Leukosit : 8500/ul
Trombosit : 253.000/ul
GDS : 110 mg/dl
8. Terapi
- Nebulezer : (Atrovent 1cc + berotec 1cc + bisolvon 1cc) dan nacl 0,9 % 6 cc
- Aminophilin drip 1 ampul
- infus RL 20 tetes/men
ANALISA DATA

No Data Fokus Etiologi Masalah
1 Ds: Klien mengatakan sesak nafas terus menerus
Do:
- sesak nafas, nafas dangkal dan cepat
- tarikan otot intercosta
- Auskultasi : wheezing di bronkus dan area paru
- Batuk tidak produktif, sekret kental lengket sulit keluar
- RR= 30 kali permenit Bronkospasme dan sekret yang kental Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Ds : Klien mengatakan dadanya terasa ampeg
Do :
- Auskultasi ronkhi basah kedua basal paru
- Sesak nafas, nafas dangkal cepat
- Dyspnea dengan ekspirasi yang lama inspirasi pendek
- RR 30 x/menit
- SaO2 95 %, akral dingin Hiperinflasi alveoli, perubahan ventilasi-perfusi Kerusakan pertukaran gas
3. Ds : Klien mengatakan badannya terasa lemas
Do:
- TD 90/50 mmHg, nadi 112 x/menit, suhu 36,8 derajat
- Sianosis, diaforesis, akral dingin, gelisah
- SaO2 95 % Hipoksia, kurangnya suplai oksigen ke jaringan Perubahan perfusi jaringan
4. Ds: klien sering menanyakan kapan sesaknya akan berkurang
DO:
- Pasien tampak gelisah, tegang
- Sesak nafas terus menerus
- Nadi: 112x/menit, RR : 30 x/menit, TD: 90/50 mmHg Kesulitan bernafas, takut serangan berulang Cemas

Diagnosa keperawatan yang muncul;
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d bronkospasme, sekret yang kental
2. Kerusakan pertukaran gas b.d hiperinflasi alveoli, perubahan ventilasi-perfusi
3. Perubahan perfusi jaringan b.d hipoksia, kurangnya suplai oksigen ke jaringan
4. Cemas b.d kesulitan bernafas, takut serangan ulang














NURSING CARE PLAN

NO DP TUJUAN INTERVENSI TTD
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d bronkospasme, sekret yang kental Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1jam , bersihan jalan nafas menjadi lebih efektif dengan kriteria hasil :
- sesak nafas berkurang/hilang
- RR 16-24 x/menit
- Tak ada wheezing dan sekret lebih encer - Kaji frekuensi dan kedalamam pernapasan
- Auskultasi bunyi nafas tambahan
- Kaji jenis batuk dan produksi batuk
- Kolaborasi pemberian beta 2 agonist untuk mengurangi bronkospasme (nebulizer)
- Fisioterapi dada bila ada indikasi
- Ajarkan batuk dan nafas dalam efektif setelah pengobatan dan pengisapan sekret
- Berikan cairan hangat
- Pertahankan kepatenan jalan nafas

2. Kerusakan pertukaran gas b.d hiperinflasi alveoli, perubahan ventilasi-perfusi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam, kerusakan pertukaran gas berkurang, dengan kriteria hasil :
- Nafas dalam irama teratur 16-24 x/mnt
- Ronkhi basah berkurang
- GDA dalam batas normal - Kaji fungsi pernafasan; auskultasi bunyi nafas, kaji kulit setiap menit sampai 4 jam
- Berikan support ventilasi
- Berikan oksigen sesuai program dan pantau pulse oximetry
- Berikan posisi nyaman semi fowler
- Monitor efek samping pemberian pengobatan
- Periksa kadar BGA
3. Perubahan perfusi jaringan b.d hipoksia, kurangnya suplai oksigen ke jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam, perfusi jaringan meningkat, dengan kriteria hasil :
- Tidak ada hipoksia, iritabel
- Akral hangat
- SaO2 100 % - Kaji tanda dan gejala hypoxia; kegelisahan, fatigue, iritabel, tachycardia, tachypnea
- Berikan kenyamanan fisik; support dengan bantal dan pengaturan posisi
- Berikan oksigen dengan humidifikasi
- Monitor efek pemberian nebulizer; kemudian pantau bunyi nafas dan usaha nafas setelah terapi
4 Cemas b.d kesulitan bernafas, serangan ulang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1jam, cemas pasien berkurang /hilang dengan kriteria hasil:
- Pasien tampak lebih rileks
- Nadi 60-100 x/menit
- Pasien mengerti dan kooperatif untuk setiap tindakan keperawatan yang dilakukan
- Kaji tingkat kecemasan pasien
- Jelaskan setiap prosedur yang dilakukan
- Jelaskan tentang perawatan dan pengobatan pasien
- Ajarkan tehnik relaksasi dengan nafas dalam
- Anjurkan kelaurga untuk menemani klien saat serangan









CATATAN KEPERAWATAN

TGL/JAM NO. DP IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
2-8-04
10.45





11.00









1 - Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernapasan
R : RR 30 x/menit, nafas dangkal cepat, ekspirasi lebih panjang dari inspirasi
- Mengauskultasi bunyi nafas
R : Ada Whezing di lapang paru dan bronkus
- Memberikan nebulezer (atrovent 1 cc, bisolvon 1 cc, berotec 1 cc dan Nacl 0,9 % 6 cc)
R : Pasien mengatakan jalan nafasnya menjadi lebih longgar dan sesak berkurang, klien batuk, keluar ingus di hidung
- Mengajarkan pasien nafas dalam dan batuk efektif setelah diberikan nebulizer
R : sekret dapat keluar, lebih encer
Jam 12.00
S : pasien mengatakan sesak sudah berkurang
O :
- RR 24 x/menit
- Masih ada wheezing di sebagian paru
- Ekspirasi masih sedikit memanjang
- Klien batuk mengeluarkan dahak
A: masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan untuk pemberian Aminophilin 1 ampul drip lewat infus RL di ruangan jika tekanan darah sistole diatas 100 mmHg
2-8-2004
10.50







10.55 2 - Memberikan posisi fowler pada pasien
R : pasien mengatakan nyaman dengan posisi duduk
- Memberikan O2 3 liter/menit
R : binasal kanul, sesak tidak berkurang
- Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernapasan
R : RR 30 x/menit, nafas dangkal cepat, ekspirasi lebih panjang dari inspirasi
- Mengauskultasi bunyi nafas
R : Ada ronchi seluruh lapang paru dengan suara dasar bronkial ekspirasi memanjang
- Memonitor efek dari pemberian nebulizer terhadap perubahan ventilasi perfusi
R : dyspnea berkurang
Jam 12.00
S : pasien mengatakan sesak sudah berkurang
O :
- RR 24 x/menit
- Masih ada ronkhi basah
- Ekspirasi masih sedikit memanjang
- dyspnea berkurang
- SaO2 98 %
A: masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan monitor adanya gangguan keseimbangan asam basa
2-8-2004
11.05









11.30 3 - Mengkaji tanda dan gejala hypoxia
R : Klien gelisah, nadi 110x/mnt, takipnea, akral dingin, diaforesis
- Memberikan posisi yang nyaman sehingga melancarkan perfusi perifer
R : posisi fowler
- Memberikan oksigen dengan humidifikasi
R : O2 3 lt/mnt, sesak sedikit berkurang
- Memberikan cairan RL loading
R : cairan masuk, TD 90/50 mmHg
- Memantau efek pemberian nebulizer terhadap kecukupan sirkulasi ke perifer serta efek sampingnya
R : nadi 98 x/mnt, SaO2 99%, akral masih dingin
Jam 12.00
S : Klien mengatakan badannya masih agak lemah
O :
- TD 95/60 mmHg
- Nadi 98x/menit
- RR 24x/mnt
- Suhu 36,9 derajat
- Akral agak dingin, tidak sianosis
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan monitor tingkat perfusi jaringan di ruangan
7-7-04
11. 40






11.45








11.50



2 - Mengkaji tingkat kecemasan pasien
R : Pasien mengatakan kecemasan yang sangat disaat sesak tidak berkurang
- Menjelaskan tentang pengobatan dan perawatan
R : Pasien mengangguk tanda mengerti dan memperhatikan penjelasan perawat
- Mengajarkan tehnik relaksasi dengan nafas dalam
R : Pasien mengikuti yang diajarkan dan mengatakan lebih nyaman
- Menganjurkan pasien tiduran dan istirahat
R : pasien kooperatif
- Menemani pasien disaaat cemas
R : pasien merasa lebih tenang
- Memonitor TTV
R= TD 95/60 mmHg
RR= 24x/menit
S= 36,90 C
Nd= 96x/menit Jam 12.00

S : Pasien mengatakan sudah tidak begitu cemas
O: Pasien lebih rileks
Pasien tampak tiduran
Nd= 98x/menit
A= masalah teratasi sebagian
P= anjurkan pada keluarga untuk selalu menemani klien terutama saat serangan

TINJAUAN TEORI ISCHEMIC HEART DISEASE (IHD)

A. Pengertian.
Ischemic heart disease (IHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Karena sumbatan ini, terjadi ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah yang terkena sehingga fungsinya terganggu.

B. Manifestasi klinik
Angina pectoris merupakan manifestasi klinik yang sering dijumpai. Manifestasi klinik yang lain adalah Angina stabil, Angina Prinzmetal, Angina tak Stabil, Infark Miokard, Silent Myocardial Ischemic (SMI), Gagal jantung, Disritmia cordis.

C. Pathofisiologi
1. Perubahan awal
terjadinya penimbunan plak-plak aterosklerosis
2. Perubahan intermediate
Plak semakin besar dan terjadi obstruksi dari lumen arteri koroner epikardium. Hal ini menyebabkan peningkatan sirkulasi darah sebanyak 2-3 kali lipat akibat olahraga tidak dapat dipenuhi. Keadaan ini disebut Iskemia dan manifestasinya dapat berupa Angina atau nyeri pada dada akibat kerja jantung yang meningkat
3. Perubahan akhir
Terjadi ruptur pada ‘cap’ atau bagian superficial dari plak sehingga akan terjadi suatu situasi yang tidak stabil dan bebagai macam manifestasi klinik seperti Angina at rest atau Infark Miokard. Dengan terpaparnya isi plak dengan darah, akan memicu serangkaian proses platetel agregasi yang pada akhirnya akan menambah obstruksi dari lumen pembuluh darah tersebut
4. Iskemia miokard
Peristiwa ini akan menimbulkan serangkaian perubahan pada fungsi diastolik, lalu kemudian pada fungsi sistolik. Menyusul dengan perubahan impuls listrik (gelombang ST-T) dan akhirnya timbullah keadaan Infark Miokard.
o Angina stabil : Bila obstruksi pada arteri koroner ≥ 75%
o Unstable angina : Bila terjadi ruptur dari plak ateromatosa
o Angina Prinzmetal : Bila terjadi vasospasme dari arteri koroner utama
D. Faktor Resiko
1. Alkohol
Konsumsi yang berlebih dapat menimbulkan kerusakan hati, meningkatkan tekanan darah, meningkatkan insiden kanker mulut dan kanker esophagus, dan lain sebagainya.
2. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus sudah sejak lama dikenal sebagai faktor resiko independen yang dapat menyebabkan berbagai macam kelainan kardiovaskular. Sebuah teori mengatakan bahwa salah satu dari tipe Diabetes dihubungkan dengan kelainan intrinsik primer dimana sel-sel akan berumur pendek sehingga terjadi peningkatan pergantian sel. Selain itu disfungsi trombosit pada diabetes juga menyumbang peran yang berarti.
3. Obat-obatan
Beberapa obat dapat menyebabkan hipertensi, seperti golongan Mineralokortikoid, NSAIDs, Amfetamin, Antidepresan trisiklik, dan lain lain.
4. Exercise / Latihan fisik
Olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah sebanyak 5-10 mmHg. Olahraga juga dapat meningkatkan cardiac output, dengan cara :
o Meningkatkan kontraktilitas dan otot-otot miokardium sehingga dapat dicapai stroke volume yang maksimal.
o Meningkatkan jumlah kapiler-kapiler di miokard.
o Menurunkan denyut jantung saat istirahat.
o Menurunkan resistensi perifer saat istirahat.
5. Hiperlipoproteinemia
Semakin banyak lipoprotein yang beredar dalam darah, akan semakin besar kemungkinan bagi mereka untuk memasuki dinding arteri. Bila dalam jumlah besar maka akan melampaui kemampuan sel otot polos untuk memetabolismenya sehingga lemak akan terakumulasi pada dinding arteri.
6. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko yang paling penting dalam penyakit kardiovaskular. Hipertensi mempercepat terjadinya aterosklerosis, yaitu dengan cara menyebabkan perlukaan secara mekanis pada sel endotel di tempat yang mengalami tekanan tinggi.
7. Obesitas
Obesitas dapat menyebabkan aterosklerosis, hipertensi, hiperlipidemia dan Diabetes tipe 2, dan berbagai kondisi lainnya.
8. Asupan garam yang berlebihan
Pembatasan asupan garam dapat menurunkan tekanan darah 1-10 mmHg. Asupan yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya retensi natrium dan air, sehingga menambah beban jantung.
9. Merokok
Efek rokok pada sistem kardiovaskular :
o Nikotin mempunyai efek langsung terhadap arteri koronaria dan platelet darah.
o Inhalasi karbon monoksida mengurangi kapasitas eritrosit membawa oksigen. Selain itu juga meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium, meningkatkan platelet adhesiveness dan katekolamin plasma.
E. Pemeriksaan penunjang
1. EKG (Elektrokardiografi)
Adanya gelombang patologik disertai peninggian S-T segmen yang konveks dan diikuti gelombang T yang negative dan simetrik. Kelainan Q menjadi lebar (lebih dari 0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari ¼).
2. Laboratorium
• Creatin fosfakinase (CPK). Iso enzim CKMB meningkat
Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke dalam aliran darah. Normal 0-1 mU/mL.
• SGOT (Serum Gluramic Oxalotransaminase Test)
Nomal kurang dari 12 mU/mL. kadar enzim ini naik pada 12-24 jam setelah serangan.
• LDH (Lactic De-Hydrogenase)
Normal kurang dari 195 mU/mL. kadar enzim biasanya baru mulai naik setelah 48 jam.
3. Pemeriksaan lain : Ditemukan peninggian LED, Lekositosis ringan, dan kadang Hiperglikemi ringan.
4. Kateterisasi : Angiografi koroner untuk mengetahui derajat obstruksi.
5. Radiology : Pembesaran dari jantung.

F. Komplikasi
1. Gagal Ginjal Kongestif
Merupakan kongestif sirkulatif akibat disfungsi miokardium. Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas, gerakan dinding yang abnormal, dan menambah daya kembang ruang jantung. Dengan berkuragnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan ruang, volume kuncup berkurang, sehingga tekanan ventrikel kiri meningkat. Akibatnya tekanan vena pulmonalis meningkat dan dapat menyebabkan transudasi, hingga udem paru sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan.
2. Syok Kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif. Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang irreversible, yaitu:
• Penurunan perfusi perifer
• Penurunan perfusi koroner
• Peningkatan kongesti paru
3. Disfungsi otot Papilaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis otot papilaris akan mengganggu fungsi katub mitralis, memungkinkan eversi daun katub ke dalam atrium selama sistolik.

4. Defek Septum Ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan rupture dinding septum sehingga terjadi defek septum ventrikel. Akibatnya curah jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti.
5. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut.
6. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang merupakan factor predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus terlepas dan dapat terjadi embolisme sistemik.
7. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung kontak dengan pericardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan raeksi peradangan. Kadang terjadi efusi pericardial.
8. Sindrom Dressler
Sindrom pasca infark miokardium ini merupakan respon peradangan jinak yang disertai nyeri pada pleura pericardial. Diperkirakan sindrom ini merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap miokardium yang mengalami nekrosis.
9. Aritmia
Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktifitas listrik sel.

G. Diagnosa dan Intervensi keperawatan
1. Nyeri b/d ketidakseimbanmgan suplai O2 dengan tuntutan kebutuhan miokard.
Tujuan: pasien akan mengungkapkan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Intervensi:
• Kaji orisinal pain: lokasi, lamanya, radiasi, terjadinya, gejala baru.
• Kaji kegiatan sebelumnya yang menyebabkan chest pain.
• Buat 12 lead ECG selama anginal pain episode.
• Kaji tanda-tanda hypoxemia, beri terapi O2 jika perlu.
• Beri analgesik sesuai petunjuk.
• Mempertahankan istirahat untuk 24-30 jam selama episode sakit
• Periksa TTV selama periode sakit

2. Cardiac out put menurun b/d faktor-faktor elektrik (disritmia), penurunan kontraksi miokard, kelainan struktur (disfungsi muskulus papilaris dan ruptur septum ventrikel)
Tujuan: pasien akan mendemonstrasikan keadaan jantung yang stabil atau baik setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Intervensi:
• Pasang IV line
• Pertahankan bed rest dengan kepala elevasi 30o selama 24-48 jam pertama
• Kaji dan monitor TTV dan hemodinamik per 1-2 jam
• Monitor dan catat EKG secara continue untuk mengkaji rate, ritme, dan setipa perubahan per 2 atau 4 jam.
• Kaji dan laporkan tanda penurunan CO

3. Kecemasa meningkat b/d keutuhan tubuh terancam
Tujuan: pasien akan mendemonstrasikan kecemasannya berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Intervensi:
• Kaji tanda-tanda dan ekspresi verbal dari kecemasan
• Lakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan dengan menciptakan lingkungan tenang
• Temani pasien selama periode kecemasan tinggi
• Berikan penjelasan mengenai prosedur dan pengobatan
• Dorong pasien mengekspresikan perasaan
• Rujuk ke penasehat spiritual jika perlu


4. Intoleransi aktivitas b/d insufisiensi O2 untuk aktivitas hidup sekunder akibat iskemia jantung
Tujuan: pasien akan mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur/ maju denga frekuensi jantung dan TD dalam batas normal setelah dilakukan tndakan keperawatan.
Intervensi:
• Dokumenstrasikan frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas
• Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
• Batasi pengunjung
• Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, contoh: mengejan saat defekasi.


























DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Linda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta: EGC

Doengoes, Marlyn. 1989. Nursing Care Plans second edition. Philadelphia: FA Davis Company
2000. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC

Long, Barbara C. 1989. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Ikatan Alumni Pendidikan & Keperawatan Padjajaran Bandung

Price, Sylvia Anderson. 1994. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit edsi 4. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol. 1. Jakarta: EGC

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GLAUKOMA DI RUANG A4 (MATA) RSDK SEMARANG

A. DEFINISI GLAUKOMA
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan didalam bola mata meningkat sehingga terjadi kerusakan saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan.
Glaukoma adalah sekelompok kelainan/kerusakan mata yang ditandai dengan berkurangnya peningkatan tekanan (Barbara C. Long)
Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang ditandai dengan berkurangnya lapang pandang akibat kerusakan saraf optikus kerusakan ini berhubungan dengan peningkatan TIO yang terlalu tinggi. (Brunner & Suddarth)
Semakin tinggi tekanannya, semakin cepat kerusakan saraf optikus tersebut berlangsung. Peningkatan TIO terjadi akibat perubahan patologis yang menghambat peredaran normal humor aques.
B. KLASIFIKASI
1. Glaukoma sudut terbuka
2. Glaukoma sudut tertutup
3. Glaukoma kongenitalis
4. Glaukoma sekunder
Keempat jenis glaukoma ini ditandai dengan peningkatan tekanan di dalam bola mata dan karenannya semuanya bisa menyebabkan kerusakan saraf optikus yang progresif.





C. ETIOLOGI
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut humor aqueus. Bila dalam keadaaan normal, cairan ini dihasilkan didalam bilik posterior, melewati pupil masuk kedalam bilik anterior lalu mengalir dari mata melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi peningkatan tekanan.
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah kesaraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. GLAUKOMA SUDUT TERBUKA
Pada glaukoma sudut terbuka, saluran tempat mengalirnya humor aqueus terbuka, tetapi cairan dari bilik anterior mengalir terlalu lambat. Secara bertahap akan meningkat (hampir selalu pada kedua bola mata) dan menyebabkan kerusakan saraf optikus serta penurunan fungsi penglihatan yang progresif. Hilangnya fungsi penglihatan pada bagian lapang pandang dan jika tidak diobati pada akhirnya akan menjalar keseluruh bagian lapang pandang, meyebabkan kebutaan.
Glaukoma sudut terbuka sering terjadi setelah usia 35 tahun, tetapi kadang terjadi pada anak-anak. Penyakit ini cenderung diturunkan dan paling sering ditemukan pada penderita diabetes atau myopia. Glaukoma sudut terbuka lebih sering terjadi biasanya penyakit ini lebih berat jika diderita oleh orang kulit hitam.




Pada awalnya, peningkatan tekanan didalam mata tidak menimbulkan gejala. Lama kelamaan timbul gejala :
a. Penyempitan lapang pandang tepi.
b. Sakit kepala ringan
c. Gangguan penglihatan yag tidak jelas (misalnya : melihat lingkaran di sekeliling cahaya lampu atau sulit beradaptasi pada kegelapan).
Pada akhirnya terjadi peyempitan lapang pandang yang menyebabkan penderita sulit melihat benda-benda yang terletak disisi lain ketika penderita melihat lurus kedepan (disebut penglihatan terowongan). Glaukoma sudut terbuka mungkin baru menimbulkan gejala setelah terjadinya kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
2. GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP
Glaukoma sudut tertutup terjadi jika saluran tempat mengalirnya humor aqueus terhalang oleh iris. Setiap hal yang menyebabkan pelebaran pupil (misalnya : cahaya redup, tetes mata pelebaran pupil yang digunakan untuk pemeriksaan atau obat tertentu) bisa menyebabkan penyumbatan aliran cairan karena terhalang oleh iris. Iris bisa menggeser kedepan dan secara tiba-tiba menutup saluran humor aqueus sehingga terjadi peningkatan tekanan didalam mata secara mendadak.
Serangan bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata yang melebarkan pupil atau bisa juga timbul tanpa adanya pemicu. Glaukoma akut bisa sering terjadi karena pupil secara alami akan melebar dibawah cahaya yang redup.
Episode akut dari glaukoma sudut tertutup dapat menyebabkan:
a. Penurunan fungsi penglihatan ringan
b. Terbentuknya lingkaran berwarna di sekeliling cahaya
a. Nyeri pada mata dan kepala.
Gejala tersebut berlangsung hanya bebrapa jam sebelum terjadinya serangan lebih lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan secara mendadak dan nyeri mata yang berdenyut. Penderita juga mengalami mual dan muntah. Kelopak mata membengkak, mata berair dan merah. Pupil melebar dan tidak mengecil jika diberi sinar yang terang. Sebagian besar gejala akan menghilang setelah pengobatan, tetapi serangan tersebut bisa berulang. Setiap serangan susulan akan semakin mengurangi lapang pandang penderita.
3. GLAUKOMA SEKUNDER
Glaukoma sekunder terjadi jika mata mengalami kerusakan akibat :
a. Infeksi
b. Peradangan
c. Tumor
d. Katarak yang meluas
e. Penyakit mata yang mempengaruhi pengaliran humor aqueus dari bilik anterior.
Penyebab paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab lainnya adalah penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan pendarahan kedalam mata. Beberapa obat (misalnya kortikosteroid) juga bisa menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.
4. GLAUKOMA KONGENITALIS
Glaukoma kongenitalis sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan perkembangan saluran humor aqueus. Glaukoma seringkali diturunkan.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan mata yang biasa dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan dengan oftalmoskop bisa menunjukkan adanya perubahan pada saraf optikus akibat Glaukoma.
2. Pengukuran tekanan intraokuler dengan tonometri.
Tekanan didalam bilik anterior disebut tekanan intraokuler dan bisa diukur dengan menggunakan tonometri. Biasanya jika tekanan intraokuler lebih besar dari 20-22 mm, dikatakan telah terjadi peningkatan tekanan. Kadang Glaukoma terjadi pada tekanan normal.
3. Pengukuran lapang pandang.
4. Ketajaman penglihatan.
5. Tes Refraksi
6. Respon refleks pupil
7. Pemeriksaan slit lamp
8. Pemeriksaan gonioskopi (lensa khusus untuk mengamati saluran humor aqueus)

F. PENGOBATAN
1. Glaukoma Sudut Terbuka
Obat tetes mata biasanya bisa mengendalikan Glaukoma sudut terbuka.Obat tetes yang pertama diberikan adalah beta bloker (misalnya timonol, betaxolol, carteolol, levobunolol atau metipranolol), yang kemungkinan akan mengurangi pembentukan cairan didalam mata. Juga diberikan pilocarpine unuk memperkecil pupil dan meningkatkan pengaliran cairan dari bilik anterior. Obat lainnya yang juga diberikan adalah epinephrine, dipivephrine, atau carbacol (untuk memperbaiki pengaliran cairan atau mengurangi pembentukan cairan).
Jika glaukoma tidak dapat dikontrol dengan obat-obatan atau efek sampingnya tidak dapat ditorelir oleh penderita, maka dilakukan pembedahan untuk meningkatkan pengaliran cairan dari bilik anterior. Digunakan sinar laser untuk membuat lubang didalam didalam iris atau dilakukan pembedahan untuk memotong sebagian iris (iridotomi).
a. Minum larutan gliserin dan air bisa mengurangi tekanan dan menghentikan serangan Glaukoma.
b. Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase (misalnya acetazolamide)
c. Tetes mata pilocarpine menyebabkan pupil mengecil sehingga iris tertarik dan membuka saluran yang tersumbat.
d. Untuk mengontrol tekanan intraokuler bisa diberikan tetes mata beta blocker.
e. Setelah suatu serangan, pemberian pilocarpine dan beta blocker serta inhibitor karbonik anhidrase biasanya terus dilanjutkan.
f. Pada kasus yang berat, untuk mengurangi tekanan biasanya diberikan manitol intravena (melalui pembuluh darah).


g. Terapi laser untuk membuat lubang pada iris akan membantu mencegah serangan berikutnya dan seringkali bisa menyembuhkan penyakit secara permanen. Jika Glaukoma tidak dapat diatasi dengan menggunakan laser, dilakukan pembedahan untuk membuat lubang pada iris. Jika kedua mata memiliki saluran yang sempit, maka kedua mata diobati meskipun serangan hanya trejadi pada salah satu mata.
2. Glaukoma Sekunder
Pengobatan Glaukoma tergantung pada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah peradangan, diberikan corticosteroid dan obat untuk melebarkan pupil. Kadang dilakukan pembedahan.
3. Glaukoma Kongenitalis
Untuk mengatasi Glaukoma konginetalis dilakukan pembedahan.
Pembedahan
a. gloukoma sudut terbuka
Pembedahaan diindikasikan bila cara konservatif gagal
Prosedur : laser trabecula plasty
Dimana suatu laser zat argon disaratkan langsung ke jaringan. Trabekular untuk merubah susunan jaringan dan membuka aliran dari humor aqeous.
b. gloukoma sudut tertutup
biasanya memerlukan pembedahan  iridatomy atau iridectomy perifer
prosedur penyaringan dilakukan bila prosedur lain gagal untuk menekan peningkatan IOP prosedur terpilih biasanya Trabeculectomy yaitu membuat pembukaan antara ruang anterior dan rongga dan rongga sub konjungtiva.
 Membantu kenyamanan
Nyeri biasanya berkurang bila IOP menurun. Analgetik dapat dianjurkan, kompres dingin dapat membantu untuk nyeri spasme pada mata.
 Penyuluhan dan konseling
Pasien yang baru didiagnosa perlu bantuan dalam mengerti ( memahami ) dan belajar hidup dengan penyakitnya. Perawat hendaknya menjelaskan kepada pasien bahwa penglihatannya yang hilang tidak dapat dipulihkan secara sempurna namun kehilangan yang berlanjut dapat dicegah dan orang tersebut tetap kehilangan yang berlanjut dapat dicegah dan orang tersebut tetap dapat beraktifitas bila pengobatannya terus menerus.

G. PENCEGAHAN
Tidak ada tindakan yang dapat mencegah terjadinya Glaukoma sudut terbuka. Jika penyakit ini ditemukan secara dini, maka hilangnya fungsi penglihatan dan kebutaan bisa dicegah dengan pengobatan.
Orang-orang yang memiliki resiko menderita Glaukoma sudut tertutup sebaiknya menjalani pemeriksaan mata yang rutin dan jika resikonya tinggi sebaiknya menjalani iridotomi untuk mencegah serangan akut.

H. PATHOFISIOLOGI
Tekanan intraokuler dipertahankan oleh produksi dan pengaliran humor aqueus yang terus menerus di rongga anterior. Glaukoma terjadi bila ada hambatan dalam pengaliran humor aqueus yang menyebabkan peningkatan TIO. Bila tekanan terus meningkat dapat terjadi kerusakan mata saraf-saraf optik, gangguan penglihatan dan sel – sel saraf retina beregenerasi. Perubahan pertama sebelum sampai hilangnya penglihatan adalah perubahan penglihatan perifer, bila hal ini tidak segera ditangani bisa timbul kebutaan.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian keperawatan meliputi identifikasi beberapa perubahan dalam penglihatan dan mengkaji ketidaknyamanan :
1. Penglihatan
a. Ketajaman penglihatan, shelenchart bila tersedia, membaca jarak jauh, membaca jarak dekat.
b. Lapang pandang, test konfrontasi.
c. Adanya bayangan sekitar cahaya (hallo)
2. Ketidaknyamanan
a. Nyeri mata ; tumpul, berat
b. Sakit kepala ; derajat beratnya
c. Mual dan muntah
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada glaukoma adalah :
a. Gangguan sensori perceptual b.d gangguan penerimaan sensori, gangguan status organ indera.
b. Ansietas b.d perubahan status kesehatan : adanya nyeri
c. Kurang pengetahuan b.d ketidakmampuan mengingat dan salah interprestasi informasi.

K. INTERVENSI
1. Gangguan sensori perceptual b.d gangguan penerimaan sensori, gangguan status organ indera.
Tujuan : Daya penglihatan membaik dengan kriteria hasil :
a. Pasien dapat melihat dengan jelas
b. Mata tidak mudah lelah
c. Visus mata tidak menurun
Intervensi :
 Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat
Rasional : kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif, bila bilateral tiap mata tetap berlanjut pada laju yang berbeda tetapi biasanya hanya satu mat yang diperbaiki per prosedur
 Orientasikan pasien terhadap lingkungan, perawat, pasien lain di sekitarnya.
Rasional : meningkatkan rasa nyaman dan kekeluargaan
 Letakkan barang yang dibutuhkan dalam jangkauan
Rasional : memungkinkan pasien melihat obyek lebih mudah
 Observasi tanda-tanda disorientasi ; pertahankan pengaman tempat tidur
Rasional : menurunkan resiko jatuh apabila pasien bingung akibat keterbatasan penglihatan



2. Ansietas b.d perubahan status kesehatan : adanya nyeri
Intervensi tindakan:
Tujuan : ansietas berkurang dengan kriteria hasil :
a. Wajah klien tampak rileks
b. Klien paham tentang penyakitnya
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Alihkan perhatian klien (berdoa, menonton televisi, membaca buku)
c. Jelaskan kepada klien dan keluarga bahwa semuanya adalah cobaan dari Tuhan.
d. Tenangkan klien dan beri rasa aman.
e. Dengarkan keluhan klien.
f. Beri pendampingan dan support pada klien





















DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 3. Jakarta: EGC

Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. jakarta: EGC

Price, Sylvia. A. 1995. Patofisiolog: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4 buku II. Jakarta: EGC

Rabu, 18 Agustus 2010

Gastroenteritis

1. Pengertian

Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).

Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).

Gastroenteritis adalah kondisis dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).
Dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Gstroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.

2. Etiologi

Penyebab dari diare akut antara lain :

1. Faktor Infeksi

* Infeksi Virus

o Retavirus
+ Penyebab tersering diare akut pada bayi, sering didahulu atau disertai dengan muntah.
+ Timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada musim dingin.
+ Dapat ditemukan demam atau muntah.
+ Di dapatkan penurunan HCC.

o Enterovirus
+ Biasanya timbul pada musim panas.

o Adenovirus
+ Timbul sepanjang tahun.
+ Menyebabkan gejala pada saluran pencernaan/pernafasan.

o Norwalk
+ Epidemik
+ Dapat sembuh sendiri (dalam 24-48 jam).

* Bakteri

o Stigella
+ Semusim, puncaknya pada bulan Juli-September
+ Insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun
+ Dapat dihubungkan dengan kejang demam.
+ Muntah yang tidak menonjol
+ Sel polos dalam feses
+ Sel batang dalam darah

o Salmonella
+ Semua umur tetapi lebih tinggi di bawah umur 1 tahun.
+ Menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid.
+ Mungkin ada peningkatan temperatur
+ Muntah tidak menonjol
+ Sel polos dalam feses
+ Masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari.
+ Organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulan-bulan.

o Escherichia coli
+ Baik yang menembus mukosa (feses berdarah) atau yang menghasilkan entenoksin.
+ Pasien (biasanya bayi) dapat terlihat sangat sakit.

o Campylobacter
+ Sifatnya invasis (feses yang berdarah dan bercampur mukus) pada bayi dapat menyebabkan diare berdarah tanpa manifestasi klinik yang lain.
+ Kram abdomen yang hebat.
+ Muntah/dehidrasi jarang terjadi

o Yersinia Enterecolitica
+ Feses mukosa
+ Sering didapatkan sel polos pada feses.
+ Mungkin ada nyeri abdomen yang berat
+ Diare selama 1-2 minggu.
+ Sering menyerupai apendicitis.

2. Faktor Non Infeksiosus

* Malabsorbsi
o Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi, lactosa, maltosa, dan sukrosa), non sakarida (intoleransi glukosa, fruktusa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
o Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride.
o Malabsorbsi protein : asam amino, B-laktoglobulin.

* Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan (milk alergy, food alergy, dow’n milk protein senditive enteropathy/CMPSE).

* Faktor Psikologis
Rasa takut,cemas.


3. Patofisiologi

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut.

Penularan Gastroenteritis bias melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

4. Manifestasi KLinis

* Nyeri perut (abdominal discomfort)
* Rasa perih di ulu hati
* Mual, kadang-kadang sampai muntah
* Nafsu makan berkurang
* Rasa lekas kenyang
* Perut kembung
* Rasa panas di dada dan perut
* Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).


5. Komplikasi

* Dehidrasi
* Renjatan hipovolemik
* Kejang
* Bakterimia
* Mal nutrisi
* Hipoglikemia
* Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.


6. Tingkat derajat Dehidrasi

1. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
2. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
3. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.


7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang meliputi :

1. Pemeriksaan Tinja
* Makroskopis dan mikroskopis.
* pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
* Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

2. Pemeriksaan Darah
* pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium dan Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
* Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.

3. Doudenal Intubation
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.


8. Penatalaksanaan Medis

1. Pemberian cairan.
2. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan : Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
3. Obat-obatan.

Download Askep Gastroenteritis di sini

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gastroenteritis

A. Pengkajian

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, psikal assessment.
Pengkajian data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah :


1. Identitas klien.

2. Riwayat keperawatan.

* Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.

* Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung,tonus dan turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.

3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita,riwayat pemberian imunisasi.

4. Riwayat psikososial keluarga.
Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.

5. Kebutuhan dasar.
* Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK sedikit atau jarang.

* Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.

* Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

* Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.

* Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.

6. Pemerikasaan fisik.
* Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,kesadran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.

* Pemeriksaan sistematik :

o Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan menurun,anus kemerahan.

o Perkusi : adanya distensi abdomen.

o Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.

o Auskultasi : terdengarnya bising usus.

* Pemeriksaan tinglkat tumbuh kembang.
Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.

* Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.



B Diagnosa Keperawatan


1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.

6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.



C. Intervensi

Diagnosa 1.
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.

Tujuan :
Devisit cairan dan elektrolit teratasi

Kriteria hasil :
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang

Intervensi
Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur infut dan output cairan (balanc ccairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.


Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.

Tujuan :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi

Kriteria hasil :
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual,muntah tidak ada.

Intervensi :
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemerikasaan fisik abdomen (palpasi,perkusi,dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.


Diagnosa 3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.

Tujuan :
Gangguan integritas kulit teratasi

Kriteria hasil :
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada

Intervensi :
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong perlahan sabun non alcohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi sesuai indikasi.


Diagnosa 4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

Tujuan :
Nyeri dapat teratasi

Kriteria hasil :
Nyeri dapat berkurang / hiilang, ekspresi wajah tenang

Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdoment. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik sesuai indikasi.


Diagnosa 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.

Tujuan :
Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil :
Keluarga klien mengeri dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.

Intervensi :
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui penkes. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.


Diagnosa 6.
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.

Tujuan :
Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan

Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga unrtuk selalu mendampingi klien.

D. Evaluasi

1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhantubuh.
3. Integritas kulit kembali noprmal.
4. Rasa nyaman terpenuhi.
5. Pengetahuan kelurga meningkat.
6. Cemas pada klien teratasi.

Diare

Diare

A. Pengertian

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer, A.1999, 501).


B. Penyebab
Menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:

1. Faktor infeksi
* Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
* Infeksi parenteral
adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat, lemak dan protein.
3. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran dimasak kurang matang.
4. Faktor psikologis
Rasa takut, cemas

Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:

1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
* Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
* Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea), disebabkan oleh:
* Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
* Kurang kalori protein.
* Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.


C. Patofisiologi
Penyebab diare yang utama adalah gangguan osmotik, akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh usus akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Diare juga terjadi akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan kemudian diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Diare dapat juga terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Gangguan motalitas usus juga mengakibatkan diare, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.


D. Tanda dan Gejala

1. Anak sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
2. Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan kesadaran menurun.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).


E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan tinja
* Makroskopis dan mikroskopis
* PH dan kadar gula dalam tinja
* Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.


F. Penatalaksanaan

1. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
* Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
* Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
o Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
+ 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
+ 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
+ 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
o Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
+ 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
o Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
+ 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
+ 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
+ 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
o Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
+ Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
+ Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %). Pengobatan dietetik
2.
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
* Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh.
* Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).
* Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
3. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.


http://www.komisiGRATIS.com
http://www.mlmku.com
http://5fcc.com/?ref=11130
http://www.reviews16.com



Asuhan Keperawatan Anak dengan Diare


Pengkajian

1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
* Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah.
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
* Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
o Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK).
2. Meniru membuat garis lurus (GH).
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK).
4. Melepasa pakaian sendiri (BM).
9. Pemeriksaan Fisik
* Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar.
* Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
* Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih.
* Mata : cekung, kering, sangat cekung.
* Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
* Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan).
* Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
* Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
* Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
* Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.


Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.


Intervensi
Diagnosa 1.:
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :

* Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <>
* Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
* Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.

Intervensi :

* Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
* Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
* Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
* Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
* Kolaborasi :
o Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
o Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
o Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

Diagnosa 2.:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :

* Nafsu makan meningkat
* BB meningkat atau normal sesuai umur

Intervensi :

* Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin).
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
* Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat.
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
* Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan.
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
* Monitor intake dan out put dalam 24 jam.
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
* Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
o terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu.
o obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

Diagnosa 3. :
Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :

* Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
* Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)

Intervensi :

* Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
* Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
* Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4.:
Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu.
Kriteria hasil :

* Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
* Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar

Intervensi

* Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
* Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
* Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan iritasi .

Diagnosa 5.:
Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil :

* Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel

Intervensi :

* Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
* Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
* Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
* Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
* Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak


DAFTAR PUSTAKA

Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) HIPERTENSI

HIPERTENSI

1. Pengertian

Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg ataulebih. (Barbara Hearrison 1997)


2. Etiologi
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
* Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport Na.
* Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkantekanan darah meningkat.
* Stress Lingkungan.
* Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua sertapelabaran pembuluh darah.

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, systemrennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
2. Hipertensi SekunderDapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.

3.

Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke seljugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Danapabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkanretensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanandarah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
* Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
* Sakit kepala
* Epistaksis
* Pusing / migrain
* Rasa berat ditengkuk
* Sukar tidur
* Mata berkunang kunang
* Lemah dan lelah
* Muka pucat
* Suhu tubuh rendah

5. Pemeriksaan Penunjang
* Pemeriksaan Laborat
o Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
o BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
o Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
o Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.
* CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
* EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
* IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan ginjal.
* Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran jantung.

6. Penatalaksanaan
* Penatalaksanaan Non Farmakologis
1. DietPembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan denganbatasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,bersepeda atau berenang.
* Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi sepertigolongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,golongan penghambat konversi rennin angitensin.

Download Askep Hipertensi di sini

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hipertensi


1. Pengkajian
* Aktivitas/ Istirahat
o Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
o Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
* Sirkulasi
o Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
o Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.
* Integritas Ego
o Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
o Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
* Eliminasi
o Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit ginjal pada masa yang lalu).
* Makanan/cairan
o Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
o Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
* Neurosensori
o Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
o Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
* Nyeri/ ketidaknyaman
o Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakitkepala.
* Pernafasan
o Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
o Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
* Keamanan
o Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

2. Diagnosa Keperawatan yang Muncul
* Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
* Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
* Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
* Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi.

3. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard.
Kriteria Hasil : Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / bebankerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapatditerima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentangnormal pasien.
Intervensi :
* Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat.
* Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
* Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
* Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.
* Catat edema umum.
* Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
* Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
* Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
* Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
* Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
* Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
* Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
* Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan : Aktivitas pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil :Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi :
* Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatanTD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasienterhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja/ jantung).
* Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan / kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian padaaktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahatpenting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
* Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsioksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatantiba-tiba pada kerja jantung).
* Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen).
* Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.(Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas danmencegah kelemahan).

Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
Kriteria Hasil :Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman.
Intervensi :
* Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
* Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan.
* Batasi aktivitas.
* Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin.
* Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan.
* Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi.

Diagnosa keperawatan 4. :
Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
Tujuan : Sirkulasi tubuh tidak terganggu.
Kriteria Hasil :Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Intervensi :
* Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur.
* Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia.
* Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan.
* Amati adanya hipotensi mendadak.
* Ukur masukan dan pengeluaran.
* Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan.
* Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan.


DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001
Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta, Penerbit Hipokrates, 1999
Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @ tempointeraktif.com, 2003
Smith Tom. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta, Penerbit Arcan, 1995
Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta, Penerbit Arcan, 1996
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002
Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995
Marvyn, Leonard. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet, Jakarta, Penerbit Arcan, 1995
Tucker, S.M, et all . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan evaluasi , Edisi V, Jakarta,

Gastroenteritis

Peradangan lambung dan usus
Gejala
 Diare
 Muntah
 Demam
Diare
 Pengeluaran tinja
 Frekuensi sering (>3x)
 Konsistensi cair
Etiologi
 Malabsorbsi
 Alergi
 Intoksikasi
 Infeksi
 Bakteri
 Virus
 Parasit
Patogenesa
 Hipersekresi usus ok toxin
 Malabsorbsi karbohidrat/lemak
Diare non spesifik
 Diare karena virus,makanan merangsang atu tercemar toksin
 Tidak disebabkan kuman khusus atau parasit
Gambaran klinis
 Demam
 Gejala dehidrasi jika pengeluaran cairan 4-5% BB
 Haus, mulut dan bibir kering
 Turgor kulit menurun
 BB turun, hipotensi, lemah oto
 Sesak nafas, gelisah
 Mata cowong, air mata –
 Ubun-ubun besar cekung pada bayi
 Oliguri kemudian anuri
 Kesadaran menurun, mengantuk
 Pengeluaran cairan sampai 10% BB = dehidrasi berat dapat berlanjut pada syok dan kematian
Penata laksanaan
 WHO
 Upaya rehidrasi oral
 Melanjutkan pemberian makanan, ASI pada bayi
 Tidak memberikan anti diare kecuali pada kasus tersangka infeksi bakteri
 Pemberian petunjuk efektif tentang upaya rehidrasi oral
Cholera
 Kuman melepas endotoksin
 Akut, anak > 2 thn, diare, vmit
 Jarang panas
 Cepat dehidrasi
 BAB mancur seperti kran
 Feses bau amis, spt cucian beras

 Terapi
 Tetracyclin
 Erythromycin
Shigella
 Akut, panas tinggi
 Berak cair + darah
 Kejang toksis

 Terapi
 Cotrim
 Tetracyclin
 Ampicillin
 Nalidixic acid
Amoeba
 Sehat
 BAB lama tapi sedikit, darah +
 Panas-
Terapi
 Metronidazole



HERNIA
 Potrusi atau penonjolan isi suatu rongga
 Melalui defek dinding rongga
Berdasarkan terjadinya..
 Hernia kongenital
 Hernia akuisita
Berdasarkan letaknya
 Hernia diafragma
 Hernia inguinal
 Hernia umbilikal
 Hernia femoral
Berdasarkan sifatnya
 Hernia reponibel
 Hernia ireponibel
 Hernia inkarserata
 Hernnia strangulate
Komponen hernia
• Cincin
• Kantong
• Isi hernia
Skema hernia
 Kulit dan jaringan subkutis
 Lapisan muskulo aponeurosis
 Peritoneum parietale dan jar preperitoneum
 Rongga peritoneum
 Cincin hernia
 Kantong hernia
 Hernia inguinalis indirek/ lateral
 Keluar dari anulus internus
 Masuk ke kanalis inguinalis
 Dapat menonjol keluar ke anulus eksternus
 Bila berlanjut dapat memasuki skrotum
 Hernia inguinalis direk/medialis
 Hernia keluar melalui segitiga hasselbach
 Umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin longgar
Hernia femoralis

 Hernia keluar melalui lakuna vasorum kaudal dari ligamentum inguinale
 Sering timbul inkerserasi
 Sering pada wanita

etiologi
 Prosesus vaginalis terbuka (bawaan)
 Bukan penyebab tunggal
 Kelemahan otot dinding perut
 Kerusakan n.ilioinguinalis dan n. iliofemoralis setelah appendiktomi
 Degenerasi jaringan ikat karena faktor usia

 Tekanan intraabdomen meninggi
◦ Batuk kronik
◦ Hipertropi prostat
◦ Konstipasi
◦ Asites
◦ Kehamilan multipara
Manifestasi klinik
 Benjolan keluar masuk
 Nyeri jika timbul strangulasi
 Kembung jika timbul inkarserasi

Terapi
 Reposisi dan penyangga
 Operasi
 Herniotomi
 Hernioplasti


Sirosis Hepatis
Definisi
• penyakit hati menahun
• ditandai dengan pembentukan jaringan ikat dan nodul
• dimulai dengan adanya proses peradangan dan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan regenerasi nodul
• Distorsi arsitektur hati menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut
Etiologi
• Ada 3 tipe
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional)
– dimanja jaringan parut mengelilingi daerah portal
– Sering pada alkoholis kronis
2. Sirosis pasca nekrotik
 terdapat pita jaringan parut yang lebar
 akibat lanjut dari hepatitis virus akut
3. Sirosis bilier
 pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu.
 akibat obstruksi bilier kronis dan infeksi (kolangitis)
predisposisi
 Peminum alkohol
 penurunan asupan protein
 Pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor)
 Infeksi skistosomiasis
 Laki-laki 2x lebih banyak daripada wanita
 usia 40 – 60 tahun.
patofisiologi
• Sirosis laennec
nekrosis sel hati

jaringan parut

Jaringan normal dan jaringan hati regenerasi
menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi

gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance)

Tanda dan gejala
 ikterus
 Febris intermiten
 Hepatomegali (awal)
 Nyeri abdomen
 ukuran hati mengecil (lanjut)
 Obstruksi Portal (hipertensi portal)
 Telangiektasi
 Kaput medusae
 Asites
 Edema
 kongesti pasif kronis limpa (splenomegali) dan GIT (varises esofagus)
 Perdarahan saluran cerna
 dispepsia kronis
 Diare
 Berat badan ↓
Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan Laboratorium
– DL : ↓ Hb ,anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer / hipokrom makrositer, leukopenia dan trombositopenia
– kolesterol darah ↓ (prognosis yang kurang baik)
– Kenaikan kadar enzim transaminase.
– Albumin ↓
– CHE (kolinesterase) ↓
– Kadar elektrolit
– Pemanjangan masa protrombin
– Peningggian kadar gula darah
– Marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati
– AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan